Ilustrasi (gettyimages)
Jakarta - Rovio yang didirikan pada tahun 2003,
dahulu bernama Relude. Baru setelah dua tahun berdiri, trio pendirinya
Kim Dikert, Niken Hed dan Jarno Vakevainen mengubahnya menjadi Rovio dan
dikenal sebagai pembesut Angry Birds.Pada tahun 2012, Angry Birds, game lintas platform mencapai 1 miliar download dan dimainkan 130 juta orang di seluruh dunia setiap harinya. Malahan menurut data Aytm, game ini membuat adiktif di mana orang memainkan rata-rata 200 juta per menit per hari.
Dari awal, Rovio bercita-cita membuat Angry Birds dapat setenar dan bisa menghasilkan keuntungan layaknya Mickey Mouse besutan Disney.
Sebelum animasi dan film, Rovio telah melebarkan sayapnya dengan memproduksi mainan, buku, stationery, topi, t-shirt, tas, bag clip, sandal, kaos kaki, case iDevices, bantal, magnet, gantungan kunci, dasi dan berbagai jenis merchandise lainnya. Total semua item yang disebutkan di atas sudah menembus angka 20 juta unit.
Usaha Rovio memang tak main-main, selain animasi dan film tidak ketinggalan buku masaknya pun diluncurkan. Berjudul 'Angry Birds: Bad Piggies Egg Recipes', buku ini berisi kumpulan resep untuk membuat makanan berbasis telur, seperti telur dadar, telur ceplok, sandwich, sushi, sampai cara membuat omelet.
Di tahun yang sama, taman Angry Birds atau dikenal sebagai Angry Birds Land dibuka untuk umum di Finlandia. Ya, cara berjualan Rovio semakin mendekati Disney.
"Taman bermain ini terkait erat dengan dunia Angry Birds dan cara kita berpikir," kata Chief Marketing Officer Rovio Peter Vesterbacka. Disebutkannya, Rovio akan mengembangkan layanan yang menyajikan dunia digital dan nyata dalam cara yang belum pernah ada
"Popularitas Angry Birds tidak terbatas usia, jenis kelamin atau kelompok sosial tertentu. Taman ini pun akan dirancang menjadi tempat menarik bagi siapa saja di seluruh dunia," tambahnya.
Banyak melakukan ekspansi dan perluasan bisnis, membuat Rovio berhasil mendapatkan keuntungan hingga USD 200 juta. Dengan keuntungan bersih mencapai USD 71 juta sepanjang tahun 2012.
Menurut Rovio, angka tersebut melesat hingga 101% dibandingkan dengan tahun 2011, saat itu perusahaan Finlandia ini mampu merengkuh pendapatan USD 106,3 juta dengan laba bersih USD 67.6 juta.
Sayangnya, setelah dua tahun berselang, mimpi-mimpi Angry Birds seperti terbentur kenyataan pahit. Melalui situs resminya Rovio menuliskan pendapatan bersih mereka yang turun hingga 50% dibanding tahun sebelumnya.
Di 2013 pembuat Angry Birds itu 'cuma' meraih laba sekitar USD 37 juta, atau setara Rp 427 miliar.
Penurunan tersebut diakui Rovio akibat model bisnis mereka yang sudah berubah. Seperti diketahui bahwa seluruh seri Angry Birds kini bersifat freemium, tak seperti versi sebelumnya yang mewajibkan gamer membayar sebelum mencoba, atau gratis tapi dengan 'bonus' tayangan iklan.
Di 2013, Rovio juga diperkirakan banyak menghabiskan anggaran untuk varian game Angry Birds yang ternyata kurang populer di pasaran. Entah karena para gamer sudah mulai jenuh atau karena pesaingan ketat dengan game seri lain seperti Flappy Bird, Cut The Rope, dan lainnya.
Pun begitu, Rovio optimistis bahwa pendapatan mereka akan membaik di tahun mendatang, ini karena Angry Birds tidak hanya hadir sebagai game, tapi juga serial TV yang diyakini bakal membuat penggemarnya tetap setia.
Sedangkan mengenai kondisi di 2013 CFO Rovio Herkko Soininen, lebih suka menyebutnya sebagai tahun awal berdirinya mereka sebagai produsen animasi raksasa kelas dunia.
"Kami berinvestasi di model bisnis baru, seperti animasi dan video. Kami juga mengubah model bisnis di dalam game dan bekerjasama dengan pasar untuk memberikan lisensi kami," kata Soininen.
0 Response to "Angry Birds yang Gagal Terbang Setinggi Mickey Mouse"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.